Back to Top

Hi, Guest!

  LOKASI :  Kota Surabaya

Bergabung Selama :

BAGIKAN :   

Bagikan :
  • Kapsul Ekstrak Keladi Tikus obat kanker

Kapsul Ekstrak Keladi Tikus obat kanker

Update Terakhir
:
15 / 12 / 2019
Min. Pembelian
:
1 Rantai
Dilihat Sebanyak
:
133 kali
Harga
Rp. 55.000
Bagikan
:

Perhatian !

Perusahaan ini terdaftar sebagai Free Member. Hindari melakukan pembayaran sebelum bertemu penjual atau melihat barang secara langsung. COD (Cash On Delivery) atau bertemu langsung dengan penjual merupakan metode transaksi aman yang kami sarankan.

Detail Kapsul Ekstrak Keladi Tikus Obat Kanker

KELADI TIKUS Menurut penuturan Prof dr Wita Pribadi, mantan guru besar Kedokteran UI yang kini berdomisili di Amerika mengatakan bahwa Keladi Tikus menjadi bahan pembicaraan di Amerika sana. Seiring dengan semakin populernya herbal yang satu ini di Indonesia untuk pengobatan kanker. Secara empiris, hasil temuan dari wartawan Trubus Keladi Tikus dapat membantu mengatasi Kanker payudara stadium 3, serviks stadium 2B, leukemia stadium 2A, kanker paru-paru. Keladi tikus dalam pengobatan kanker akan lebih baik jika dikonsumsi bersaman dengan Jinten Hitam karena akan mengurangi resiko munculnya gatal ketika mengkonsumsi Keladi Tikus. Spesifikasi Kapsul Keladi Tikus : Bahan : 100% murni Keladi Tikus Kemasan : Botol Isi : 50 kapsul Berat Per botol : 50 gr Ukuran / Berat Kapsul : Ø 0, isi 500 mg , sertifikat MUI Manfaat Pencegah dan pengobatan beberapa Penyakit kanker Aturan Pakai 2 kapsul x. 2 kali sehari pagi dan sore har Notes: Wanita hamil dilarang minum obat ni. Setelah operasi tidak boleh langsung minum keladi tikus, tunggu 2 minggu. Jika dibarengi dengan jinten hitam komposisi adalah 2 kaspul keladi tikus + 1 kapsul jinten hitam Harga : Rp 55.000 per botol. KETERANGAN TENTANG TANAMAN KELADI TIKUS Tanaman Keladi Tikus dengan nama latin Typhonium Flagelliforme/ Rodent Tuber, merupakan tanaman sejenis talas dengan tinggi maksimal 25 sampai 30 cm ini hanya tumbuh di semak yang tidak terkena sinar matahari langsung. Penemu pertama tanaman ini di Indonesia, Drs. Patoppoi mengatakan " Tanaman ini sangat banyak ditemukan di Pulau Jawa." Khasiat dari tanaman jenis talas ini telah diteliti sejak tahun 1995 oleh Prof Dr Chris K.H.Teo, Dip Agric ( M) , BSc Agric ( Hons) ( M) , MS, PhD dari Universiti Sains Malaysia dan juga pendiri Cancer Care Penang, Malaysia. Menemukan bahwa tumbuhan ini sangat berguna untuk penderita sakit kanker. Kisah ditemukan tanaman keladi tikus di Indonesia adalah oleh Patoppoi di Pekalongan, Jawa Tengah. Ketika itu, istri Patoppoi mengidap kanker payudara stadium III dan harus dioperasi 14 Januari 1998. Setelah kanker ganas tersebut diangkat melalui operasi, istri Patoppoi harus menjalani kemoterapi ( suntikan kimia untuk membunuh sel) untuk menghentikan penyebaran sel-sel kanker tersebut. " Sebelum menjalani kemoterapi, dokter mengatakan agar kami menyiapkan wig ( rambut palsu) karena kemoterapi akan mengakibatkan kerontokan rambut, selain kerusakan kulit dan hilangnya nafsu makan, " jelas Patoppoi. Selama mendampingi istrinya menjalani kemoterapi, Patoppoi terus berusaha mencari pengobatan alternatif sampai akhirnya dia mendapatkan informasi mengenai penggunaan teh Lin Qi di Malaysia untuk mengobati kanker. " Saat itu juga saya langsung terbang ke Malaysia untuk membeli teh tersebut, " ujar Patoppoi yang juga ahli biologi. Ketika sedang berada di sebuah toko obat di Malaysia, secara tidak sengaja dia melihat dan membaca buku mengenai pengobatan kanker yang berjudul Cancer, Yet They Live karangan Dr Chris K.H. Teo terbitan 1996. Begitu menemukan buku itu, saya malah tidak jadi membeli teh Lin Qi, tapi langsung pulang ke Indonesia. Di buku itulah Patoppoi membaca khasiat typhonium flagelliforme itu. Berdasarkan pengetahuannya di bidang biologi, pensiunan pejabat Departemen Pertanian ini langsung menyelidiki dan mencari tanaman tersebut. Setelah menghubungi beberapa koleganya di berbagai tempat, familinya di Pekalongan Jawa Tengah, balas menghubunginya. Ternyata, mereka menemukan tanaman itu di sana. Setelah mendapatkan tanaman tersebut dan mempelajarinya lagi, Patoppoi menghubungi Dr. Teo di Malaysia untuk menanyakan kebenaran tanaman yang ditemukannya itu. Selang beberapa hari, Dr Teo menghubungi Patoppoi dan menjelaskan bahwa tanaman tersebut memang benar Rodent Tuber. " Dr Teo mengatakan agar tidak ragu lagi untuk menggunakannya sebagai obat, " lanjut Patoppoi. Akhirnya, dengan tekad bulat dan do' a untuk kesembuhan, Patoppoi mulai memproses tanaman tersebut sesuai dengan langkah-langkah pada buku tersebut untuk diminum sebagai obat. Kemudian Patoppoi menghubungi putranya, Boni Patoppoi di Buduran, Sidoarjo untuk ikut mencarikan tanaman tersebut. Selama mengkonsumsi sari tanaman tersebut, isteri Patoppoi mengalami penurunan efek samping kemoterapi yang dijalaninya. Rambutnya berhenti rontok, kulitnya tidak rusak dan mual-mual hilang. Setelah tiga bulan meminum obat tersebut, isteri Patoppoi menjalani pemeriksaan kankernya. " Hasil pemeriksaan negatif, dan itu sungguh mengejutkan kami dan dokter-dokter di Jakarta, " kata Patoppoi. Para dokter itu kemudian menanyakan kepada Patoppoi, apa yang diberikan pada isterinya. " Malah mereka ragu, apakah mereka telah salah memberikan dosis kemoterapi kepada kami, " lanjut Patoppoi. Setelah diterangkan mengenai kisah tanaman Rodent Tuber, para dokter pun mendukung Pengobatan tersebut dan menyarankan agar mengembangkannya. Apalagi melihat keadaan isterinya yang tidak mengalami efek samping kemoterapi yang sangat keras tersebut. Dan pemeriksaan yang seharusnya tiga bulan sekali diundur menjadi enam bulan sekali. Tetapi karena sesuatu hal, para dokter tersebut tidak mau mendukung secara terang-terangan penggunaan tanaman sebagai pengobatan alternatif. Setelah beberapa lama tidak berhubungan, berdasarkan peningkatan keadaan isterinya, pada bulan April 1998, Patoppoi kemudian menghubungi Dr.Teo melalui fax untuk menginformasikan bahwa tanaman tersebut banyak terdapat di Jawa dan mengajak Dr. Teo untuk menyebarkan penggunaan tanaman ini di Indonesia. Kemudian Dr. Teo langsung membalas fax kami, tetapi mereka tidak tahu apa yang harus mereka perbuat, karena jarak yang jauh, " sambung Patoppoi.
Tampilkan Lebih Banyak